Wednesday, March 30, 2011

Menyiasati Kehidupan yang Biasa-biasa Saja


blog-apa-aja.blogspot.com
Dulu, saya pembaca setia rubrik konsultasi psikologi harian Kompas edisi minggu. Artikel yanng menarik adalah membaca kolom pertanyaan dan jarang baca kolom jawaban dari pengasuh rubrik itu (Bu Laila Ch Budiman). Begitu senangnya membaca keluhan-keluhan si penanya, sampai saya sering lupa membaca tanggapan si pengasuh rubrik. Saya senang karena ada yang hidupnya lebih susah dan bermasalah daripada saya.  Masalah saya tidak seberat meraka, dan itulah alasan terbaik untuk bersyukur.

Logika Tuhan Wajib Ada



Saya akan mencoba menyampaikan tulisan orang lain yang saya mudah fahami tentang mengapa Allah bersifat Qidam (terdahulu, tidak ada permulaannya), dikaitkan dengan ruang dan waktu dan bagaimana hubungannya dengan eksistensi Tuhan. Tidak berarti saya lebih pandai dari Einstein, karena saya hanya membawakan kembali teorinya Imam Abu Hamid al-Ghazali (Hujjatul Islam).

Tuesday, March 29, 2011

Air Jernih dan Tenang versus Air Bah Bergelombang

Ada tiga perbedaan pokok manusia menemukan sumber kebenaran yang diyakininya. Pertama ada yang meyakini bahwa sain dan teknonolgi mampu menyelesaikan setiap persoalan yang terbukti dengan unjuk gignya modernisasi dan teknologi di segala bidang. Yang kedua, memandang semua persoalan dari kacamata filsafat. Filsafat dianggap punya kelebihan yang banyak karena dia memandang sesuatu tidak hanya kulitnya saja tapi lebih jauh di balik itu. Orang berfilsafat berarti orang mencoba berpikir jernih dalam memecahkan setiap persoalan. Yang ketiga, yang mencari sumber kebenaran dari wahyu yang direpresentasikan dengan keteguhannya memegang hilai-nilai agama, meskipun mereka terkesan berorientasi masa lampau dan tindakannya terkesan bukan berasal dari kejernihan pikiran.

3 Tipe Manusia yang Mengaku Beriman


Ada tiga tipe hidup orang yang mengaku beriman. Membacanya saya jadi merinding.
1. HIDUP HISSI
Adalah hidup hanya untuk keperluan dirinya sendiri. Yang dikejar-kejar ialah hanya kepentingan yang berkenaan dengan dirinya, dengan rumah tangganya. Kadang-kadang ia bergerak juga di medan umum tetapi bergeraknya itu hanyalah untuk keperluan diri, keperluan materi belaka. Orang yang demikian itu sesungguhnya memiliki sifat “Diam”. Bukan “Diam” karena ia tak kuasa berjalan, bukan pula “Diam” karena ia tak pandai bergerak. Hidup yang demikian itu boleh diibaratkan hidup secara tumbuh-tumbuhan dan binatang, hidup dengan tidak sadar dan insaf akan arti dan harga hidupnya. Maka hidup inilah yang dinamakan “Hidup Hissy”, hidup hanya karena tak mati belaka.

2. HIDUP MA’NAWI
Kehidupan ma'nawi diperuntukkan bagi yang sudah mengenal Sang Pencipta, Allah SWT. Hidup untuk menjalankan hukum-hukum Allah tetapi belum mempunyai kesadaran yang cukup. Ada keyakinan, tapi keyakinan itu belum cuckup untuk mengalahkan godaan zaman.. Mereka berhenti ketika bertemu dengan yang namanya sukar-sulit, berat-susah, takut dan was-was, atau hal-hal lain yang mencegah pada tunainya amal. Ia mudah berubah,mudah digoyangkan dan dijatuhkan, bahkan bisa pula ia pindah haluan dan sikap hanya karena ada sangkutan dengan salah satu kepentingan keduniaan belaka. Singkat kata, aqidah kepada Allah dan keyakinan adanya pertanggungjawaban hidup setelah mati belum teguh.

3. HIDUP MA’ANNI
Hidup yang dipergunakan untuk melakukan amal kebaikan dan kebajikan yang sebanyak-banyaknya dan sesempurna-sempurnanya. amal yang timbul dari keyakinan yang kuat dan iman yang teguh. Amal yang dilakukannya hanya karena mengharapkan Rahmat dan Ridho Allah SWT belaka dan tidak karena ataupun harapan yang diluarnya. Hidup sadar dan hidup insaf ini tak mudah tercapai kecuali dengan kemurahan dan karunia Allah semata-mata. Lebih-lebih sukar lagi mencapai hidup yang demikian itu, karena si amil itu harus pandai menyatukan ketiga pendirian amal. (Isti’anah, istiqomah, istitho’ah). Orang yang duduk dalam kehidupan ma’anni itu, tak lagi mengenal sukar dan sulit, berat dan susah, takut dan was-was dan lain-lain yang boleh mencegah manusia bisa melakukan amal yang sempurna.

****
Sudah sampai mana perjalanan Anda?

Monday, March 28, 2011

3 Prinsip Agama Samawi

Manusia pertama versi agama samawi adalah Nabi Adam as yang merupakan nabi penyeru Tauhid (monoteisme), sedangkan keberadaan agama–agama yang mengandung paham-paham syirik (politeisme) tak lain adalah akibat penyelewengan, distorsi, dan tendensi-tendensi individual maupun kelompok.

Buang yang Bukan Tujuan


Michaelangelo, seniman dan pematung besar, pernah ditanya mengapa dia bisa membuat patung 'Pieta” yang begitu indah?. Dia menjawa, “Saya hanya memilih batu yang tepat, mengamatinya lama, dan membayangkan jadinya patung tesebut sesuai gambaran imaginasi saya. Setelah itu saya hanya membuang yang bukan 'Pieta' dari bongkahan batu tersebut.

Sunday, March 27, 2011

Bedanya Prihatin dengan Diet


Ada istilah 'prihatin' atau, 'wani prihatin' . Kata ini berbeda dengan ungkapan  ”hidup orang itu memprihatinkan”. Yang pertama dia hidup prihatin atas kehendak sendiri, kalimat kedua dia hidup prihatin karena terpaksa demikian.

Ular Fir'aun Versus Tongkat Musa

Pertarungan antara kubu Musa versus Fir'aun akan ada dari masa ke masa, sebab tidak semata-mata Allah menceritakan kisah-kisah jadul itu bila tidak relevan dengan kekinian. Salah satu kisah yang populer adalah tentang sihir yang dibuat oleh pembantu-pembantu Fir'aun. Kita tahu kesudahannya, tukang sihir Fir'aun bertekuk lutut kepada Musa a.s. dihadapan majikannya.
Bentuk sihir zaman dulu :DONGENG, MITOS, LEGENDA, dan KABAR BURUNG, yang beredar dari mulut ke mulut dan kemudian berkembang menutupi fakta yang sebenarnya.
Bentuk sihir zaman sekarang : PENCITRAAN lewat media TV, internet, tabloid, majalah dan surat kabar, yang tujuannya hampir mirip: menutupi atau setidaknya mengalihkan perhatian dari hiruk pikuk yang sebenarnya.
Sihir RELATIVISME: bahwa manusia hanya sedang melakukan proses penafsiran terus-menerus, dan tak pernah tahu keadaan obyektifnya, sehingga tidak ada yang mutlak dan absolut (Wahyu) yang ada hanyalah evolusi penafsiran manusia (non-wahyu). Ini yang rajin dihembuskan oleh kawan-kawan kita dari kelompok Liberalis.
Sihir KEBUDAYAAN MASSA berupa (bahasa, tanda, identitas, gaya) dikerahkan habis-habisan sebagai cara untuk menghasilkan efek perhatian dan simpati yang menyimpangkan manusia dari tugas hidup yang sebenarnya.
Dulu ada istilah dalam bahasa Arab “Raina” dengan “Undzurna”. Dua kata itu selintas sama artinya 'lihatlah pada kami', tapi sebenarnya banyak perbedaan. Satu artinya mengejek, satu lagi meminta dengan sopan. Sama seperti zaman Orba istilah 'MUSYAWARAH' sekarang 'DEMOKRASI'.

****
Kalau Anda belum bisa membedakan mana sihir fir'aun dan mana tongkat musa berarti Anda belum punya pegangan yang pasti. Juga, bisa jadi Anda sebenarnya termasuk pengikut Fir'aun yang merasa menjadi pengikut Musa.

Betah Di dunia dan Takut Mati



Kalau Anda merasa hari-hari cepat berlalu, tandanya Anda betah hidup di dunia. Coba perhatikan fragment berikut.

Dalam satu forum, rasulullah bertanya kepada para sahabatnya,
“Siapa diantara kalan yang ingin mati esok hari?”  para sahabat terbengong-bengong dengan pertanyaan itu.
 Rasulullah berujar kembali tanpa menunukkan wajah main-main, “ Sekali lagi, siapa diantar kalian yang ingin meninggalkan dunia ini esok hari?.
 Akhirnya ada sahabat yang memberanikan diri, “Duhai baginda rasul, apakah engkau bertanya seperti orang berpidato, atau bertanya dengan sesungguhnya?. Rasul dengan wajah menunjukkan keseriusan menjawab, “Aku bertanya sungguh-sungguh, siapa yang ingin wafat esok hari?”
Para sahabat terheran-heran dengan Pertanyaan itu. Salah seorang beraargumen, “ Ya Rasulullah, jangankan mati esok hari, kalau kami sakit pun kami berusaha mencari obat, agar bisa sembuh”. “Kami tidak menginginkan kematian, kecuali  Allah telah mentakdirkan kami demikian (mati). Kami masih berharap hari esok lebih baik daripada hari ini”.
Rasulullah tidak menjawab langsung maksud dari pertanyaannya. Dia hanya mengisahkan kakek moyangnya, Ibrahim a.s. ketika Izrail datang hendak menjemput nyawanya. Ibrahim bertanya kepada Izrail, “Bukankah aku ini kekasih Allah, mengapa seorang kekasih tega mencabut nyawa yang  dikasihinya?” Izrail menjawab, “Tidak kah engkau ingin segera bertemu kekasihmu?” .
****
Seungguhnya  Orang-orang bertaqwa Laa Takhaafuu itu tidak takut  (akan kehidupan dunia) dan Laa Takhzanuu , tidak khawatir (akan kehidupan akhirat)

.... dan Karena Hidup Harus Dilanjutkan


Memang banyak hal yang terjadi di sekitar kita yang tak mudah untuk dijelaskan; seperti teganya pejabat melukai hati rakyat, danbetapa sulitnya orang miskin mengubah nasib. Juga, diantara rentangan itu adalah pertanyaan mengapa kita mengalami hal-hal yang kita alami.  Mengapa dunia ini tidak adil. Mengapa ada orang yang tidak segigih kita, tidak sejujur kita, tapi menikmati hal yang lebih daripada kita?
Lalu perasaan menyesal menyelimuti kita, karena kita merasa bahwa kehidupan yang sekarang bukanlah kehidupan terbaik yang kita capai. Ah,.. seandainya saja dulu saya mengambil kesempatan itu… Sebuah pintu menuju kesempatan sering terkunci lagi karena kita terlambat mengambil peran di sana; tetapi jangan putus asa kesempatan selalu datang dalam bermacam wajah dan melalui lebih dari satu pintu. Harapan dan kesempatan itu akan datang lagi, mungkin dalam bentuk wajah yang lain, atau mungkin dari pintu yang berbeda, tetapi dia  pasti datang lagi.
Sebaiknya kita berhenti mencari  penjelasan yang membuat iri hati dan cemburu. Janganlah terlalu lama memikirkan kegagalan yang  disebabkan orang lain. Fokuskanlah pada rencana kita sendiri. Dekatilah harapan dengan langkah pertama, lalu sibukkanlah diri. Buatlah program harian, mingguan, bulanan. , jangka pendek, jangka menengah dan jangkan panjang. Sibukkan diri mencoba komitmen dengan rencana. Jalani hari dengan  melangkah meskipun hanya sejengkal  demi sejengkal yang penting jangan diam.
Janganlah membiarkan diri kita bersedih hati dan dihancurkan olehperkara-perkara kecil dan tak berarti yang seharusnya kita buang dan kita lupakan. Ingatlah bahwa , “Hidup ini terlalu singkat untuk memikirkan hal-hal sepele ”
Sediakan catatan agar kita siaga bila ada aide-ide atau inspirasi yang datang tiba-tiba. Bacalah Al qur’an beserta terjemahaannya dengan rutin. Hal-hal  yang seolah kecil, bila diakukan rutin dan terus menerus aka menjadi kekuatan besar. Sebelum tidur, buatlah rencana untuk esok hari. Bila kesibukan menumpuk, berbahagialah, karena masih banyak orang lain hari ini bingung mau mengerjakan apa. Kerjakan pekerjaan satu persatu, dimulai dari yang terpenting dan mendesak. “Faidza foroghta fansob, wailaa robbika fargob”. Apabila telah selesai dengan satu pekerjaan lanjutkan dengan pekerjaan lain dengan sungguh-sungguh dan hanya , kepada Tuhan-mu  kamu berharap.  

Terhormat Karena Memikul Tanggung Jawab


Yang membuat hidup dinamis dan maju adalah tanggung jawab. Bayangkan bila seorang kepala keluarga tidak merasa punya tanggung jawab menafkahi anak istrnya. Dia tidak akan punya alasan pergi pagi pulang petang bekerja. Istri kurang hormat kepada suami, anak sulit diatur, karena suami sebagai kepala keluarga melepaskan tanggung jawab.  Bila seorang atasan ingin mememecat bawahannya, mudah saja, cabut tanggung jawabnya. Jangan beri dia pekerjaan selama dua bulan. Selama dua bulan itu dia akan merasa terhina, disepelekan, kehadirannya dianggap tidak menggenapkan, ketiadaannya dianggap tidak menganjilkan.  Kalau masih punya malu, di akhir bulan  karyawan  tersebut seharusnya mengundurkan diri.
Tanggung jawab bukanlah sebuah beban, melainkan sebuah jalan  untuk naik kelas dan meraih harapan yang dicita-citakan. Tidak semata-mata Allah memberikan tanggung-jawab kepada manusia jika tidak diiringi dengan harapan  dari si pemberi tanggung-jawab.  Hanya yang ikut ujian yang punya kesempatan mendapat ijazah. Hanya yang mengikuti proses belajar mengajar yang boleh berharap lulus ujian. Yang hanya melamun, sambil bertopang dagu menggantang  asap, jangankan meraih harapan, berangan-anganpun tak boleh.
Dalam Islam, Tidak ada istilah pecundang, atau si Gagal bagi yang sedang melaksanakan tanggung jawab. Bila keburu mati tapi harapan belum diraih jadilah dia Syuhada (pahlawan) dimata Allah. Bila dia diberi kesempatan menikmati keberhasilan mecapai puncak harapan, dijukilah dia Al Faizuun dan Almuflhuun, orang yang mendapat kemenangan dan orang yang bahagia. Betapa agungnya orang yang  berani  memikul  tanggung jawab dan betapa hinanya orang yang lari dari tanggung jawab. Itu sebabnya kita tidak boleh mengeluhkan tanggung jawab yang diberikan. Berbanggalah anda bila ada orang yang memberikan Anda kepercayaan dan tanggung jawab,  sebab dengan demikian Anda diperhitungkan, dan punya kesempatan naik kelas.

Siapa yang Lebih Miskin?



Suatu hari seorang ayah dari keluarga sangat kaya membawa anaknya ke desa untuk menunjukkan kepadanya kehidupan orang-orang miskin. Mereka tinggal beberapa hari di rumah seorang petani miskin. 
Sekembalinya dari desa, sang ayah bertanya kepada anaknya,” bagaimana menurutmu perjalanan kita ini?”

“Hebat, Ayah,” kata anaknya.

“Apakah kau melihat bagaimana orang-orang miskin itu hidup?”

“Ya.”

“Lalu, pelajaran apa yang dapat kau ambil dari perjalanan itu?” tanya ayahnya dengan bangga.

“Aku baru sadar, bahwa kita punya dua anjing sedang mereka punya empat. Kita punya kolam renang luasnya sampai setengah kebun, sedang mereka punya sungai yang tak memiliki ujung. Kita mengimpor lentera untuk kebun kita, mereka punya bintang-bintang di malam hari. Teras kita sampai halaman depan, sedang mereka seluruh horizon. Kita punya tanah tempat tinggal kecil, mereka punya halaman sejauh mata memandang. Kita punya pembantu-pembantu yang melayani kita, sedang mereka memberikan pelayanan kepada orang lain. Kita membeli makanan kita, mereka memetik sendiri makanan mereka. Kita memiliki pagar mengelilingi dan melindungi kekayaan kita, mereka punya teman yang melindungi mereka.

Sampai di sini, sang ayah tak bisa berkata apa-apa. Kemudian anaknya menambahkan,” Ayah, terima kasih, engkau telah menunjukkan betapa miskinnya kita.”

****
Kita sering kali lupa pada segala yang kita miliki dan memusatkan perhatian hanya pada apa-apa yang tidak kita miliki.

Menulis di Atas Pasir atau Batu?

Dikisahkan bahwa ada dua orang sahabat sedang melakukan perjalanan menyeberangi padang pasir. Pada suatu tempat, mereka terlibat dalam perdebatan sengit, sahabat yang satu menampar muka sahabat yang lain. Sahabat yang ditampar merasa terluka hatinya. Tanpa mengucapkan sepatah kata, ia menulis di pasir :

“HARI INI SAHABAT BAIKKU MENAMPARKU”

Mereka lalu melanjutkan perjalanan. Dan dalam perjalanan berikutnya, mereka menemukan danau lalu mandi di danau tersebut. Orang yang ditampar tadi terjebak dalam lumpur hisap dan mulai tenggelam. Sahabatnya pun datang menolong. Setelah berhasil diselamatkan ia menulis di atas batu :

“HARI INI SAHABAT BAIKKU TELAH MENYELAMATKANKU”

Temannya berkata, “Tadi kau menulis di pasir, sekarang kau menulis di atas batu, mengapa ?”

Ia pun menjawab, “Jika seseorang melukai hati kita, sebaiknya kita menulis kejadian itu di atas pasir agar angin pengampunan dapat menghapusnya. Namun, bila seseorang berbuat baik kepada kita, hendaknya kita mengukir peristiwa itu di batu sehingga angin takkan pernah dapat menghapusnya.” (Author Unknown)
*

Sumber Buku :

Hikmah dari Seberang oleh Drs. Abu Abdillah Al-Husainy

Kitab Delapan Mata Angin


 
Ada seorang murid yang sudah bertahun-tahun belajar ilmu kebijakan dari seorang guru di sebuah pulau Terpencil. Kini ia merasa telah cukup ilmu dan berniat untuk mengabdikan dirinya pada masyarakat di seberang pulau. Singkat kata, ia pamit pada sang guru dan meninggalkan pulau terpencil tersebut.
Beberapa lama kemudian ia mendirikan sebuah perguruan dan memiliki banyak murid pula. Teringat ia pada sang guru, ia ingin menunjukkan hasil pengabdiannya selama ini. Ia lalu menulis sebuah kitab yang berisi ajaran-ajaran kebijakan. Kitab itu diberi judul “Kitab Delapan Mata Angin” karena bila orang mengamalkan isi kitab itu maka ia akan tetap tegar dalam kebenaran meski didera angin badai dari delapan penjuru mata angin. Ia mengutus seorang muridnya untuk mengantarkan kitab itu pada gurunya di seberang pulau.
Sang guru menerima kiriman “Kitab Delapan Mata Angin” dengan suka cita. Namun, setelah membaca isinya, tanpa terduga-duga beliau mencorat-coret sampul kitab itu dengan tulisan “Kamu tak lebih dari angin kentut belaka”. Sang guru mengembalikan kitab itu.
Betapa terkejutnya si murid ketika menerima dan membaca tulisan sang guru. Mukanya merah padam. Ia memutuskan untuk menemui gurunya dan meminta penjelasan apa maksud tulisan itu. Bergegas ia melepas tali perahu dan mendayung sendiri menemui gurunya.
Sesampai di sana, ia langsung bertanya pada gurunya, “Apa maksud guru menulis kata-kata kotor seperti ini?” Jawab sang guru dengan kalem, “Lho… katanya kamu mampu bertahan dari gempuran angin badai yang datang dari delapan penjuru mata angin. tapi, mengapa, hanya dengan tiupan angin kentut saja, sudah membuatmu terpental dari seberang sana ke pulau terpencil ini, heh..?
Mendengar jawaban gurunya, ia langsung menyesali kesalahannya.
Setinggi apa pun kebijakan yang terucap di bibir atau tertulis di buku tak lebih berarti daripada yang terpatri dalam hati.

Sumber: cerita-kontemplasi.wordpress.com

Kisah Dua Pasien Rumah Sakit


Di sebuah rumah sakit, di salah satu sudut kamar rawat-inap ada dua orang lelaki yang menderita sakit cukup parah, kedua orang tersebut hanya dipisahkan oleh pembatas tipis, sehingga mereka berdua bisa bercakap-cakap walau tidak bisa melihat satu dengan yang lain.
Salah seorang lelaki setiap 1 jam dalam sehari diizinkan duduk di dekat jendela, untuk membantu melonggarkan pernafasannya, sedangnya lelaki yang satu lagi tidak bisa bangun karena beberapa bagian tulang patah dan luka dalam yang cukup parah mengharuskan ia terus terbaring.
Pada permulaannya mereka bercakap-cakap, tentang pekerjaan, keluarga, kegemaran dan membicarakan apapun agar mereka tidak bosan.
Kemudian setiap siang, lelaki yang diizinkan duduk, menghadap jendela dan selalu bercerita apa saja yang bisa ia lihat di luar melalui satu-satunya jendela yang ada di ruang rawat-inap mereka tersebut.
Nampak dari jendela taman dengan kolam yang bersih dan luas dengan beberapa bebek di sekitarnya, ada beberapa anak-anak bermain kapal-kapalan, beberapa remaja bergandengan tangan, ada juga orang-orang tua yang nampak bercakap-cakap dan membaca buku di kursi-kursi sekitar taman.
Lelaki yang terbaring hanya mendengar dengan seksama dan sesedikit berkomentar untuk meramaikan suasana, kadang gelak tawa muncul dari dua orang yang sudah bosan dirawat terus menerus tersebut.
Suatu siang, terdengar parade band yang begitu jelas, riuh rendah, lelaki yang diizinkan duduk segera menghadap jendela dan bercerita begitu detilnya kepada temannya yang terbaring, sementara lelaki yang terbaring dengan gembira menyimak apa yang diceritakan temannya tersebut.
Hari berlalu, di suatu pagi, beberapa petugas rumah sakit masuk ke ruangan tersebut masuk lebih banyak daripada hari biasa, suara-suara roda ranjang yang didorong nampak jelas, beberapa saat kemudian keadaan sepi lagi, hanya ada seorang perawat yang seperti biasa membantu mengganti perban lelaki yang terbaring.
Perawat itu mengatakan sudah saatnya perban disekitar muka lelaki yang terbaring bisa dibuka dan bisa bertukar tempat karena ranjang yang satu lagi telah kosong, lelaki selalu terbaring begitu gembira, karena dengan begitu ia bisa melihat lagi, tidak perlu mendengar cerita dari temannya.
Begitu ia bisa melihat dekat jendela, ia terkejut, karena hanya cahaya siang dan tembok saja yang nampak dihadapan jendela, ia lalu berkeluh kesah bahwa selama ini ia dibohongi oleh teman sekamarnya.
Perawat itu hanya tersenyum dan mengatakan, ” mungkin dia hanya ingin membuat anda gembira dan bersemangat, teman kamar anda itu buta sejak ia dirawat di kamar ini dan sudah meninggal pagi tadi”.

Sumber: http://cerita-kontemplasi.wordpress.com

Tips Menjadi Kaya Sesungguhnya


Ada perbincangan menarik dari seorang direktur sebuah BUMN dengan sopir pribadinya.Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang direktur bertanya pada supir pribadinya, ''Bagaimana kira-kira cuaca hari ini?'' Si supir menjawab, ''Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai'' Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi, ''Bagaimana kamu bisa begitu yakin?''
Supirnya menjawab, ''Begini, pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan.''
Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang, tidak puas  dan ujungnya tidak bahagia.
Ada banyak  hal yang membuat kita tidak bersyukur, salah satunya adalah:  kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang. Pikiran kita  dipenuhi berbagai target dan keinginan. Kita begitu terobsesi oleh rumah yang lebih besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi ''kaya'' dalam arti yang sesungguhnya. Orang yang ''kaya'' bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki.

Telur Bernama yang Dibenci


Tersebutlah sebuah pesantren yang dipimpin oleh seorang kiai yang bijak. Metoda pembelajaran nilai-nilai terhadap santrinya tergolong unik, sehingga para santri betah tinggal di sana. Contohnya, pada suatu hari, Sang Kiai menyuruh para santrinya untuk membawa telur ayam.  Sebelum diperlihatkan ke kiai,para santri  diharuskan menulis nama-nama  orang yang dibenci  di permukaan kulit telur puyuh tersebut.
Semua santri menuruti perintah gurunya. Ada yang menuliskan dua, tiga, bahkan ada yang menuliskan lebih banyak lagi orang yang mereka b. Semakin banyak yang dibenci semakin banyak telur yang harus ditulisi juga semakin banyak pula santri keluar modal untuk membeli telur tersebut. Banyaknya telur  bergantung kepada sebarapa banyak orang yang mereka benci.
Setelah para santri berhadapan dengan sang kiai dengan telurnya masing-masing, sang Kiai berkata, “Ambil lagi telur-telur itu dan masukkan ke dalam tas kalian. Bawa tas itu kemanapun kalian pergi setiap saat dan setiap hari”. Singkat cerita, kurang dari tiga hari  santri-santri itu kembali menghadap gurunya dan menyatakan tidak sanggup untuk meneruskan membawa-bawa telur yang kian hari kian berbau busuk. Sang Kiai hanya tersenyum.
Tidak ada gunanya membenci seseorang tanpa alasan. Orang yang membenci seseorang DAN susah melupakan kesalahan orang lain apalagi  memaafkannya  adalah  ibarat manusia yang selalu membawa-bawa telur busuk kemana-mana.   Mengapa kita tidak membuang masa lalu yang membuat kita tidak nyaman?

Kisah Dua Ekor Srigala

Seorang murid sebuah padepokan  mengeluhkan dirinya kepada  gurunya, “Saya ini tidak bisa melepaskan diri dari sifat  dan perilaku yang buruk seperti berburuk sangka, iri terhadap keberhasilan orang lain, ingin memiliki yang bukan hak saya, senang bergunjing, dan perilaku-perilaku buruk lainnya. Saya ingin menghilangkan sifat dan perilaku demikian. Bagaimana caranya, Guru? 
Sang Guru menjawab dengan hati-hati, “ Sebenarnya ada dua  srigala dalam diri setiap manusia , srigala baik dan srigala buruk. Setiap hari kedua srigala itu berkelahi. Adapun sifat, keinginan,   dan perilaku yang jelek berasal dari sigala jahat, sedangkan srigala baik mengajak kebada sifat-sifat baik, menolong orang lain,  berprasangka baik terhadap orang lain, ingin melayani dan memberi.”
“Siapa yangsering  kalah dan siapa yang sering  menang, guru?” tanya muridnya mulai antusias. “Keduanya kadang kalah kadang menang, saling bergantian”, jawab Sang Guru. Sang murid tidak puas dengan jawaban demikian, ia bertanya lagi, “Bagaimana caranya agar srigala baik yang ada dalam diri saya selalu menang?”. Sang guru menjawab ,  “Itu bergantung  dari sebarapa sering kamu memberi makan srigala-srigala itu”  

Inilah Akibat Tidak pandai Bersyukur

Yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Rumput tetangga  kelihatan lebih hijau dari pada  rumput di pekarangan sendiri. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, lebih kaya dan lebih beruntng dari pada saya.  Karena senantiasa membandingbandingkan muncullah perasaan salalu kurang. Wujud dari perasaan itu tercermin dari roman muka dan perkataan. Muka masam raut  kusut, ucapan yang keluar hanya keluhan dan makian. Kalaupun tidak mengeluh dia kan menyalahkan lingkungan atau memaki diri sendiri. Memaki diri sendiri menimbulkan ketidak percayaan diri, tidak PD, alias minder.  Perasan tidak percaya diri sebelas dua belas dengan tidak berdaya diri yang akhirnya menghina diri sendiri. Apalagi yang bisa diharapkan dari orang semacam ini? Kepada dirinya sendiri dia tidak hormat.
Rentetan adzab selanjutnya yang diakibatkan oleh  kufur atas nikmat yang dimiliki diri sendiri adalah tertutupnya potensi-potensi yang baik dan munculnya sifat-sifat jelek. Sikap membanding-bandingkan hal yang tak pantas dibandingkan akan memunculkan pribadi hasad, iri dengki, dan tidak pernah puas.
Memang, patut diingat,  ada hal-hal lain yang boleh bahkan harus dibandingkan-bandingkan yaitu iman, ilmu dan amal shalih. Kepada ketiga hal ini Anda tidak boleh kalah daripada kebanyakan orang lain.
Orang yang tidak bersyukur sebenarnya sedang mengaktifkan kelemahan sekaligus kejelekan. Cobalah tengok sikap  seperti hasad, mengeluh, iri dengki. Semua penyakit ini hanya hinggap kepada orang yang tidak pandai bersyukur. Orang yang kufur nikmat sekaligus juga sedang menutupi potensi-potensi baik – yang seharusnya dia kembangkan- tetapi karena hasad dan suka mengeluh potensi-potensi baik itu tidak muncul. Yang muncul dan tampak oleh orang lain malah pribadi yang lemah dan tidak pantas diperhitungkan. Ketika berdagang dia tidak ramah kepada pelanggan sampai bangkrut dagangannya. Ketika menjadi pegawai dia menjadi penghasut bagi rekan kerjanya sampai dipecat dari pekerjaanyaa. Ketika menjadi pejabat, dia bukan focus kepada pelayanan kepada masyarakat melainkan focus kepada kesempatan menumpuk harta, sampai akhirnya diciduk KPKdan  masuk penjara. Ketika menjadi kepala keluarga dia  focus kepada peningkatan harta bukan kepada keharmonisan keluarga, sampai tidak dihormati anggota keluarganya samapai berantakan biduk rumah tangganya. Itulah janji Allah bagi yang kufur nikmat “Wa lain kafartum inna ‘adzzabiy lasyadid- Dan jika kamu kufur terhadap nikmat Allah, sesungguhnya adzabku sangat pedih”

Saturday, March 26, 2011

Masyarakat yang Terbiasa Hidup Tanpa Rencana

Mengutip pendapat Rhenald Kasali,  bahwa ada dua ciri utama masyarakat yang biasa hidup tanpa rencana seperti pada sebagian masyarakat kita saat ini.

Pertama, Tidak suka membuat janji atau  komitmen.
 Kita biasa saja berkunjung atau dikunjungi kapan saja tidak perlu janjian dulu.  Contoh yang paling konkret adalah ketika kita mengunjungi seorang  dokter. Biasanya, praktek dokter di sini didasari prinsip first come first
serve. Meski kemarin Anda sudah membuat janji dan mendapat nomor satu,,
tapi begitu hadir sudah ada enam orang yang antre, Anda akan mendapat
giliran yang ketujuh. Bagi yang sudah terbiasa tidak mengherankan bukan? Tapi bagi sebagian masyarakat di belahan dunia lain, hal ini mengherankan.
Di negeri Paman Sam sana, Anda tak bisa menemui dokter bila tak membuat janji. Di sana,  Anda hampir tak akan pernah menemui satu pasien pun yang antre di ruang tunggu dokter, karena semua datang sesuai dengan  jadwalnya masing-masing.Di negara yang masyarakatnya sangat menghargai waktu, segala sesuatunya serba terencana, dan manusia bisa mengatur hidupnya seefisien mungkin.

Kedua, Mengentengkan Ucapan.
Mulutmu  adalah harimaumu. Peribahasa ini bagus Agar anda berhati-hati dengan ucapan Anda. Anda dinilai dari ucapan anda dan konsistensi dari ucapan tersebut. Ciri masyarakat yang biasa hidup tanpa rencana akan berbicara dengan enteng. Padahal dalam masyarakat modern, kata-kata Anda akan dipegang lawan bicara.
Ucapan yang serius hanya terjadi dalam alam forum-forum resmi karena dianggap sebagai kebijakan yang mengikat. Para pemimpin yang obral janji dan kemudian tidak ditepati adalah cerimin dari masyarakat yang mengentengkan ucapan. Ucapan yang baik,  tidak asal bunyi adalah hasil dari suatu kebiasaan yang baik. Rencana yang baik akan menghasilkan ucapan yang baik. Bila belum punya rencana, atau belum siap berbicara lebih baik berhati-hati. Mengutip sabda Rasulullah SAW. “Qul Khoiron aw liyasmut” berkatalah yang benar atau - kalau tidak bisa-  lebih baik diam,

Belajar Sejarah Yuk..!

Ada saatnya kita mengambil jarak. Karena dari kejauhan, kita punya keuntungan menimbang lebih baik suatu peristiwa karena luluhnya emosi dan digantikan dengan nalar.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...