Thursday, May 5, 2011

Paradoxial Intention, Terapi Susah Payah

Jauh sebelum Victor E. Frankl merumuskan istilah Paradoxial Intention dalam ilmu logoterapi, Al Qur'an sudah merumuskan terapi 'kabad' (susah payah). Mari kita urai istilah-istilahnya terlebih dahulu. Paradoxial Intention atau niat yang berkebalikan adalah metoda terapi bagi penyakit perasaan dan mental dengan cara mengubah niat. Sebenarnya terapi ini adalah upaya untuk membalikkan niat menjadi sikap. Dengan berubahnya sikap, diharapkan terjadai perubahan kualitas kesehatan dan kebahagian si penderita. Misalnya, orang insomnia, memunculkan rasa takut tidak dapat tidur yang pada saat itu juga memicu keinginan berlebihan untuk tidur. Anehnya, karena ketakutan tidak bisa tidur ini ini malah membuat orang itu semakin tidak bisa tidur. Nah, metoda Paradoxial Intention justru menganjurkan agar Anda melakukan niat yang sebaliknya artinya berusaha sedapat mungkin untuk tetap bangun. Dengan kata lain, keinginan sangat besar untuk tidur, yang muncul akibat rasa cemas, harus diganti dengan keinginan untuk tidak tidur. Akibatnya, ia akan segera… tidur.”
Kabad adalah suatu penyakit mental manusia yang diterjemhakan dalam tafsir Depag sebagai 'susah payah', “Sesungguhnya Aku telah menciptakan manusia berada dalam susah payah” (QS. Al-Balad: 4). Padanan kata ini adalah wahnan seperti dalam surat 46:15 ''...ibunya mengandungnya dengan susah payah, melahirkannya dengan susah payah (pula). 'Kabad' ditafsirkan lebih panjang sebagai tidak melakukan upaya yang seharusnya (padahal tahu apa yang seharusnya dilakukan). Kabad berarti juga berada dalam ketegangan-ketegangan yang tidak produktif. Tahu harus menembak buruan tetapi cuma bisa mengendap dan mengintip saja. Kabad berarti juga tidak menikmati hari ini karena pikiran disibukkan dengan planing-planing masa depan yang tidak bisa atau belum dikerjakan (ini gue banget dech !). 
 
Menurut Al Qur'an dalam Al Balad: 11 terapi kabad yang paling ampuh adalah “... tempuhlah jalan mendaki lagi sukar”. Untuk menyakinkan pembaca, Allah mengulang dalam ayat selanjutnya dengan memberi tekanan kepada 'jalan mendaki', simak ayat12: “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?” Lalu Allah menjawabnya secara berturut-turut dengan ayat 13: “...(yaitu) melepaskan budak dari perbudakan”. Ayat 14: “..atau memberi makan pada hari kelaparan”. Ayat 15: (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. Dan ayat 16: atau orang miskin yang sangat fakir. 
 
Terapi Al Qur'an ini mirip dengan teori Paradoxial Intention, niat berkebalikan di atas. Kalau malas, niatkan untuk melawan malas. Kalau susah payah dan loyo mari naik bukit. Tidak punya uang, mari bersodaqah. Semua orang kelaparan, mari memberi makan. Anak yatim (yang biasanya kebanyakan nyebelin), mari kita pelihara anak yatim. Saat kita takut melakukan sesuatu, lakukanlah itu. Saat takut berbicara dengan seseorang, berbicaralah dengan orang itu. Orang yang gugup atau berkeringat berlebihan pun bisa menerapkan paradoxical intention. Caranya dengan menunjukkan secara sengaja kepada orang-orang betapa banyak keringat yang bisa ia keluarkan. Ini sebagai ganti rasa takut tubuhnya berkeringat yang malah memicu keringat keluar deras.

Sekali lagi Allah menegaskan bahwa manusia dari sono-nya diciptakan berkeluh kesah dan bersusah payah. Namun jangan menyerah. Biar semangat, lihat buah dari terapi ini. Out-put dari proses terapi ini bisa terlihat pada kepribadian yang sehat atau dalam istilah Frankl "pribadi yang mengatasi diri". Orang yang bersusah payah-kabad- tapi tidak mau berubah sebenarnya berada dalam posisi “pribadi yang ditindas diri” kebalikan dari “pribadi yang mengatasi diri” (ini istilah saya aja). Kalau sudah begini, Anda menjadi Tuan bagi diri anda sendiri. Hawa nafsu bakal lemes, tidak mati sih, tapi keok susah bangkit lagi.
Tujuan hidup bukanlah hanya untuk mencapai kondisi keseimbangan (equilibrium). Tujuan hidup bukan will to power (kekuasaan) atau will to pleasure (pencapaian kesenangan) atau kehidupan yang serba mapan (istri cantik, anak sehat, rumah mentereng, mobil kinclong, pensiun terjamin, mati gak bakal gentayangan). Kata motivator, kekuasaan dan kesenangan bukan tujuan itu hanya alat sekaligus side effect, dari keberhasilan kita memikul tanggung jawab. Sebab, banyak artis atau milyarder yang mencapai ini tapi hidupnya unhappy. Hidup itu memang ada kabad, susah payah dan ada senangnya juga. Tujuan hidup itu bukan menghindari susah payah dan tegang. Hidup bukan menunggu semunya serba siap dan serba mudah. Kita tidak menunggu kekuatan, kemampuan, atau peluang lebih besar. Kita harus mulai dari yang kita punyai. Jika kita menanti sampai setiap kemungkinan hambatan telah menyingkir, kita tidak akan pernah melakukan apapun. Hidup yang sehat bukan yang adem ayem, melainkan senantiasa berada dalam semacam tegangan yang produktif antara apa yang kita hayati sekarang, dengan harapan kehidupan yang lebih baik di masa depan (kampung akhirat) sambil memikul tanggung jawab (amanah) di dunia. Menurut saya, ini baru definisi yang benar tentang makna dan tujuan hidup.
Di balik semua pahlawan besar, selalu ada tragedi pergolakan yang pernah terjadi. Kalau semua jalan rata dan mulus tidak akan pernah ada syuhada. Di balik semua kesuksesan di mata manusia maupun dimata Sang Pencipta, selalu ada niat, sikap, usaha dan kerja keras. Kalau Allah berseru “Wahai nafsul muthmainnah, kembalilah kepada keridhaan Tuhanmu, jadilah kelompok hambaku, dan masuklah ke dalam surgaku”, itu ditujukan Allah kepada pribadi-pribadi yang berhasil 'mengatasi diri' melawan susah payah (kabad) sepanjang hidupnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...