Saturday, April 2, 2011

Akibat Tidak Pandai Bersyukur

http://hermawayne.blogspot.com
Yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Rumput tetangga  kelihatan lebih hijau dari pada  rumput di pekarangan sendiri. Orang lain selalu lebih beruntung daripada kita. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, lebih kaya dari pada saya.  Karena senantiasa membanding-bandingkan muncullah perasaan selalu kurang. Wujud dari perasaan itu tercermin dari roman muka dan perkataan. Muka masam raut  kusut, ucapan yang keluar hanya keluhan dan makian. Kalaupun tidak mengeluh dia kan menyalahkan lingkungan. Selalu menyesali memaki diri sendiri menimbulkan ketidak percayaan diri.  Ketidak-percayan diri akan bermuara pada  menghina diri sendiri. Apalagi yang bisa diharapkan dari orang semacam ini? Kepada dirinya sendiri dia tidak hormat.

Rentetan adzab selanjutnya yang diakibatkan oleh  ingkar atas nikmat yang dimiliki diri sendiri adalah tertutupnya potensi-potensi yang baik dan munculnya sifat-sifat jelek. Sikap membanding-bandingkan hal yang tak pantas dibandingkan akan memunculkan pribadi hasad, iri dengki, dan tidak pernah puas. Memang, patut diingat,  ada hal-hal lain yang boleh bahkan harus dibandingkan-bandingkan yaitu iman, ilmu dan amal shalih. Kepada ketiga hal ini kita tidak boleh kalah daripada kebanyakan orang lain.

Orang yang tidak bersyukur sebenarnya sedang mengaktifkan kelemahan sekaligus kejelekan. Cobalah tengok sikap  seperti hasad, mengeluh, iri dengki. Semua penyakit ini hanya hinggap kepada orang yang tidak pandai bersyukur. Orang yang kufur nikmat sekaligus juga sedang menutupi potensi-potensi baik – yang seharusnya dia kembangkan- tetapi karena hasad dan suka mengeluh potensi-potensi baik itu tidak muncul. Yang muncul dan terlihat orang lain malah pribadi yang lemah dan tidak pantas diperhitungkan. Ketika berdagang dia tidak ramah kepada pelanggan sampai bangkrut dagangannya. Ketika menjadi pegawai dia menjadi penghasut bagi rekan kerjanya sampai dipecat dari pekerjaanyaa. Ketika menjadi pejabat, dia bukan fokus kepada pelayanan kepada masyarakat melainkan fokus kepada kesempatan menumpuk harta, sampai akhirnya diciduk KPK dan  masuk penjara. Ketika menjadi kepala keluarga dia  fokus kepada peningkatan harta bukan kepada keharmonisan keluarga. Itulah janji Allah bagi yang ingkar nikmat “" …..Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku (QS14 :7 ) . Semoga kita termasuk yang pandai bersyukur dan dijauhkan dari perilaku kufur nikmat.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...